6 Film Indonesia yang Pernah Masuk Venice Film Festivals

6 Film Indonesia yang Pernah Masuk Venice Film Festivals

Tahukah kamu, film Indonesia ini pernah masuk Venice Film Festivals, loh!

Tahukah kamu apa ajang festival film paling tua di dunia ini? Yup, jawabannya adalah Venice Film Festivals atau (Venice International Film Festivals). Dimulai pada tahun 1932, event ini sudah pernah dihelat sebanyak 78 kali dan juga merupakan satu dari “The Big Three” atau festival film terbesar di dunia; selain Cannes dan Berlin. Tidak heran ketika karyanya diterima di sini setali dengan sebuah pencapaian luar biasa bagi seorang sineas. Lalu, film Indonesia apa saja yang pernah masuk Venice Film Festivals?

Simak ulasannya dalam artikel ini!

Opera Jawa (2006)

Opera Jawa adalah sebuah film musikal independen yang menceritakan tentang pasangan pelaku pewayangan manusia. Setelah menikah, Setio dan Siti berhenti melakoni wayang dan menggantungkan nasib pada usaha pembuatan tembikar. Kemunduran pada bisnis sang suami disertai kedatangan pihak ketiga, Ludiro, menguji kesetiaan Siti pada suaminya.

Keunikan film ini terletak pada sandingan karakter Setio dan Siti dengan tokoh-tokoh wayang Rahmana Jawa: Rama dan Sinta. Tak cuma itu, film besutan Garin Nugroho ini juga mengombinasikan unsur-unsur seni lain, mulai dari drama, tari, hingga busana tradisional Indonesia. Opera Jawa berhasil masuk ke Venice Film Festivals 2006 untuk segmen Horizons—bagian yang mencakup semua karya “custom-format”, terutama tren baru dalam bahasa ekspresif sebuah tayangan film.

Maryam (2014)

Maryam adalah sebuah film pendek berdurasi 17 menit yang mengisahkan soal Maryam. Maryam atau Iyam merupakan seorang asisten rumah tangga Muslim di rumah seorang Kristiani. Di malam Natal, ia diminta sang majikan untuk menemani Tuan—adik majikan yang mengidap autisme—selagi sang majikan pergi ke luar kota.

Alur cerita dalam film buatan Sidi Saleh ini sebetulnya sangat sederhana. Akan tetapi, elemen-elemen yang dimiliki karakter juga metode sinematografi buatan Sidi berhasil mengantarkannya ke Venice Film Festivals 2014. Karya ini juga merupakan film Indonesia pertama yang mendapat piala Best Short Film dari ajang festival film tertua di dunia ini, lho!

A Copy of My Mind (2015)

A Copy of My Mind adalah film romansa berbalut realita antara dua pekerja kelas bawah ibu kota: Sari dan Alex. Sari adalah seorang pegawai salon kecantikan murah sedangkan Alex adalah seorang penerjemah film bajakan di Jakarta. Keduanya bertemu, jatuh cinta, tapi harus terjebak dalam situasi politik yang memanas di masa pemilihan presiden.

Alih-alih menggunakan studio, film karya Joko Anwar ini diambil di lokasi-lokasi dengan orang sungguhan di beberapa sudut Kota Jakarta. Latar tempat, profesi karakter, juga konflik dalam A Copy of My Mind menjadi aspek yang mengantarkannya ke Venice Film Festivals 2015 segmen Horizons.

On the Origin of Fear (2016)

On the Origin of Fear adalah film pendek tentang seorang penyulih suara (dubber) film Pengkhianatan G30S PKI. Tontonan berdurasi 12 menit ini “cuma” menampilkan adegan ketika si penyulih suara sedang mengisi dialog-dialog penuh kemarahan dalam film sejarah tersebut. Bersamanya dalam studio rekaman, ada sang sutradara film sejarah yang mengarahkan tingkat emosi si dubber itu.

Kata-kata kasar penuh emosional yang ditampilkan oleh aktor penyulih suara membuat film karya Bayu Prihantoro Filemon ini berhasil memunculkan rasa takut serupa ketika penonton menyaksikan film sejarah itu. On the Origin of Fear juga berhasil masuk ke Venice Film Festivals 2016 pada segmen Horizons.

Kucumbu Tubuh Indahku (2018)

Film bergenre coming-of-age ini mengisahkan perjalanan hidup Juno sejak kecil hingga ia menjadi seorang penari lengger saat dewasa. Tumbuh tanpa orang tua, Juno kecil menyukai Tari Lengger yang berasal dari desa tempat tinggalnya. Seolah tak cukup rumit, kekerasan psikis dan seksual juga pengasingan menjadi peristiwa-peristiwa yang “menemani” masa pertumbuhan Juno.

Tari Lengger sejatinya merupakan seni tari perempuan yang dibawakan oleh penari laki-laki. Topik peran gender dan seksualitas yang dibalut politik adalah nilai utama film ini. Karya lain Garin Nugroho ini juga berhasil masuk ke Venice Film Festivals 2018 segmen Horizons.

Kado

Film pendek berdurasi 15 menit ini menceritakan tentang sepotong peristiwa dalam hari Isfi, seorang remaja androgini. Sehari-hari di sekolah, Isfi terbiasa berpenampilan seperti dan bergaul dengan teman laki-lakinya. Namun saat ingin berkunjung ke rumah Nita, Isfi harus mengenakan rok dan kerudung. Untuk merayakan ulang tahun Nita, Isfi menyiapkan kado istimewa di rumah Nita.

Bertemakan isu gender, film karya Aditya Ahmad ini berhasil masuk ke Venice Film Festivals 2018, berbarengan dengan Kucumbu Tubuh Indahku. Hanya saja, tontonan pendek ini berhasil menyabet penghargaan Best Short Film dari ajang pameran film tertua di dunia itu.

Itu dia 6 film Indonesia yang pernah “mejeng” di ajang festival film tertua di dunia: Venice Festival Films. Dua di antaranya bahkan sukses membawa pulang piala Best Short Film. Keren, ya? Film-film pendek di atas memang tidak bisa kamu saksikan di streaming platform mana pun. Tapi, A Copy of My Mind yang menampilkan Tara Basro dan Chicco Jerikho tersedia di Netflix, kok!

Mau nonton film di atas? Pasang dulu internet tanpa batas kuota dari First Media di rumah kamu supaya streaming-an kamu tidak macet, ya!

Share :

You might also like :

Open World Games, Game Super Seru yang Bisa Dimainkan di Mobile
Drakor Misteri yang Menegangkan! Ini Fakta Menarik...
. . .